Selasa, 22 Desember 2015

Perencanaan Wilayah Pesisir Terpadu
Nama: Afti Ayu Putri Sinurat
NPM: E1I013037
#Ilmukelautan #Universitasbengkulu
Quis IV

SOAL
1. Buatlah dan jelaskan matriks kesesuaian untuk budidaya perikanan atau ekowisata!
2. Apa yang dimaksud dengan daya dukung?

JAWAB:
1. Kualitas Lingkungan dan Kesesuaian Wisata Pantai Tanjung Pesona Kabupaten Bangka




Untuk menentukan indeks kesesuaian wisata digunakan perhitungan yang didasarkan pada selisih total nilai maksimum dan minimum serta rentang skor. rentang skor yang digunakan untuk menentukan tingkat kesesuaian wisata diacu pada formula yang dijelaskan Yusuf (2007), yaitu: 
Rentang Skor = Total skor tertinggi - Total skor terendah. 
Jumlah kelas hasil perhitungan yang diperoleh dari jumlah perkalian antara bobot dan skor yang disesuaikan dengan kategori klasifikasi. Kriteria kesesuaian lahan tersebut dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai), S3 (tidak sesuai). Berdasarkan pada nilai indeks kesesuaian lahan untuk wisata pantai pada tabel diatas didapatkan peerhitungan dengan skor tertinggi 90 dan terendah 30 dengan rentang skor 20. dengan demikian dapat diperoleh kelas-kelas kesesuaian wisata sebagai berikut: sangat sesuai (S1)=71-90 Sesuai (S2)= 51-70 Tidak Sesuai (S3)= <51

Tabel 2. Nilai Rata-Rata Kualitas Perairan Pantai Tanjung Pesona
Berdasarkan Tabel 2 di atas kisaran rata-rata pH di Pantai Tanjung Pesona 7 – 7,1. Nilai pH di perairan bergantung pada konsentrasi karbondioksida dan ion. pH berperan dalam kelarutan senyawa-senyawa tertentu. Nilai pH lebih rendah pada pagi hari bila dibandingkan sore hari (Arifin et al, 2002). Dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Lampiran II tentang Baku Mutu Air Laut untuk kegiatan wisata bahari, standar pH air laut berkisar antara 7 hingga 8,5. Berdasarkan hal tersebut maka nilai pH di Perairan Pantai Tanjung Pesona layak untuk aktivitas wisata. Suhu merupakan salah satu parameter yang penting dalam pengembangan wisata bahari. Faktor suhu sangat menentukan eksistensi terumbu karang. Bengen (2002) mengemukakan bahwa suhu perairan untuk berkembangnya terumbu karang dalah sebesar > 180 C. Untuk perkembangan optimal suhu rata-rata berada pada kisaran 230 C – 350 C dengan batas toleransi berkisar antara 360 C – 400 C. Suhu rata-rata di Pantai Tanjung Pesona berkisar antara 29,2 – 30,150 C Kisaran nilai suhu tersebut masih layak untuk pengembangan wisata bahari. Salinitas memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung kehidupan biota perairan. Dalam wisata bahari keberadaaan terumbu karang dengan kondisi baik merupakan daya tarik untuk snorkling dan diving. Nilai salinitas untuk mendukung kehidupan terumbu karang berkisar antara 30 0 /00 – 36 0 /00 (Bengen, 2002). Salinitas di perairan Pantai Tanjung Pesona rata-rata berkisar pada 30,25 hingga 31 0 /00 . Kisaran nilai salinitas tersebut layak untuk kehidupan terumbu karang. Nilai kekeruhan rata-rata di Pantai Tanjung berkisar antara 1,84 NTU – 2,805 NTU. Nilai kekeruhan mencirikan tingkat kejernihan perairan. Nilai tersebut sangat layak untuk kegiatan wisata pantai. Standar kekeruhan untuk wisata bahari di dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 adalah 5 NTU. 
 Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) menggambarkan jumlah oksigen terlarut di perairan. Menurut Connel et.al (1993) yang dikutip dari Edward et.al (2004), konsentrasi DO di perairan nilainya relatif, umumnya berada pada kisaran 4,28 – 10 mg/l. Konsentrasi oksigen terlarut rata-rata di Pantai Tanjung Pesona berada pada kisaran 6,33 mg/l hingga 6,56 mg/l dan sesuai untuk kegiatan wisata bahari. Hal ini didasarkan pada standar baku mutu air laut dengan parameter oksigen terlarut di dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 untuk kegiatan wisata bahari adalah > 5 mg/l. Kecerahan mencirikan penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan. Nilai kecerahan rata-rata di Pantai Tanjung Pesona berkisar antara 1,4 meter hingga 2,9 meter dengan kisaran kedalaman antara 2 – 6 meter. Dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut nilai kecerahan air laut untuk kegiatan wisata adalah > 6 m. Nilai kecerahan di Pantai Tanjung Pesona di bawah baku mutu air laut. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor cuaca pada saat pengukuran. Pengukuran pada kondisi surut dilakukan pada pagi hari sehingga intensitas cahaya matahari minimum. Pada saat kondisi pasang pengukuran dilakukan pada siang hari menjelang sore dengan kondisi mendung. Dengan demikian penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan tidak maksimal. Effendi (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerahan antara lain keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi serta ketelitian peneliti pada saat pengukuran. Nilai BOD5 dalam penelitian ini berkisar antara 0,725 mg/l – 1,61 mg/l.
 Kisaran BOD di perairan alami adalah 0,5 mg/l hingga 7,0 mg/l (Jeffries dan Mills dalam Effendi, 2002). Konsentrasi BOD5 di Pantai Tanjung Pesona masih rendah dan sesuai peruntukannya untuk kegiatan wisata. Merujuk Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, nilai BOD5 untuk kegiatan wisata bahari adalah 10 mg/l. Perairan yang bau biasanya mengindikasikan kolom air yang tercemar dan kotor. Pengukuran kebauan dilakukan secara organoleptik yaitu cara pengujian dengan menggunakan alat indera manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perairan Pantai Tanjung Pesona tidak berbau. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004, bahwa baku mutu air laut untuk wisata adalah tidak berbau. Pengamatan secara visual dilakukan terhadap lapisan minyak di perairan dan keberadaan sampah yang terapung. IPIECA, 2000 dalam Nedi (2011) mengemukakan lapisan minyak dalam perairan dapat mengurangi penetrasi cahaya matahari ke perairan sehingga proses fotosentesis juga terganggu. Selain itu lapisan minyak juga dapat menghambat pertukaran gas dan mengurangi kelarutan oksigen. Sampah di laut berasal dari daratan akibat aktivitas antropogenik. Keberadaan sampah dapat mengurangi nilai estetika dan keasrian pantai yang merupakan salah satu daya tarik bagi para pengunjung. Berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan selama penelitian tidak terdapat lapisan minyak dan tidak ditemukan adanya sampah-sampah yang mengapung di permukaan. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Lampiran II tentang Baku Mutu Air Laut untuk Wisata Bahari, perairan Pantai Tanjung Pesona ditinjau dari sampah dan lapisan minyak cocok untuk kegiatan wisata.

Kesesuaian Lingkungan Perairan Pantai Tanjung Pesona untuk Wisata 
Analisis kesesuaian wisata untuk kegiatan rekreasi pantai dan berenang terletak pada Stasiun I, II dan III. Kawasan yang dianalisis adalah area yang dijadikan para pengunjung sebagai tempat untuk kegiatan tersebut. Stasiun tersebut dianggap layak dijadikan area berenang karena kedalaman maksimalnya tidak mencapai 3 meter. Para pengunjung biasanya berenang pada kedalaman tidak lebih dari 1,5 m demi antisipasi terhadap keamanan dan keselamatan dalam berenang. Kedalaman pantai Tanjung Pesona untuk aktivitas rekreasi dan berenang adalah rata-rata 2,45 m. Kedalaman ini merupakan salah satu faktor yang paling diperhatikan oleh wisatawan untuk melakukan aktivitas rekreasi dan berenang. Aktivitas ini tidak hanya dilakukan oleh pengunjung yang dewasa. Berdasarkan hasil observasi di lapangan terdapat beberapa anak-anak yang melakukan aktivitas berenang. Di kawasan ini juga belum terdapat petugas pengamanan wisata berenang yang akan mengawasi aktivitas pengunjung di kolom air. Dalam matrik kesesuaian wisata pantai kedalaman 0 – 3 m adalah yang paling sesuai. Halim (1998) dan Haris (2003) dalam Nugraha et.al (2013), mengemukakan kedalaman yang paling baik untuk kegiatan berenang berada pada kisaran 0 – 5 m. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa pantai Tanjung Pesona berdasarkan kedalaman sangat sesuai untuk dijadikan wisata rekreasi dan berenang. Tipe pantai di Pantai Tanjung Pesona adalah pantai berpasir putih. Tipe pantai berpasir lebih sesuai peruntukannya untuk kegiatan wisata daripada pantai berlumpur maupun berkarang. Lebar pantainya mencapai > 30 m. Lebar pantai dapat dimanfaatkan pengunjung untuk beraktivitas seperti berjalan santai, berfoto, berjemur dan sebagainya. Dua komponen tersebut berdasarkan penelitian ini sesuai untuk kegiatan wisata kategori rekreasi dan berenang. Biota berbahaya tidak dijumpai di kawasan Pantai Tanjung Pesona sehingga kawasan ini aman untuk menunjang kegiatan berenang. Pengambilan data mengenai keberadaan biota berbahaya di perairan dengan menggali informasi secara mendalam kepada para pengunjung, masyarakat sekitar dan pihak pengelola. Material dasar perairan di perairan Pantai Tanjung Pesona merupakan pasir. Material dasar berpasir putih sangat sesuai untuk kegiatan wisata rekreasi dan berenang. Dalam matriks kesesuaian wisata kategori rekreasi dan berenang (Yulianda, 2007) bahwa material dasar berpasir putih paling ideal (bobot tertinggi) untuk menunjang aktivitas tersebut. Kecepatan arus di Pantai Tanjung Pesona dalam penelitian ini berkisar antara 0,0539 m/s hingga 0,0651 m/s. Kisaran kecepatan arus tersebut sangat layak untuk kegiatan wisata pantai berenang. Penggolongan kecepatan arus dalam penelitian ini termasuk ke dalam kategori arus lambat. Harahap dalam Sari et.al (2012) mengemukakan bahwa penggolongan kecepatan arus terdiri atas 4 kategori yaitu kategori arus lambat dengan kecepatan pada kisaran 0 – 0,25 m/s, kategori arus sedang dengan kecepatan pada kisaran 0,25 – 0,50 m/s, kategori arus cepat dengan kecepatan pada kisaran 0,5 – 1 m/s dan kategori arus sangat cepat dengan dengan kecepatan di atas 1 m/s. Kemiringan pantai akan berpengaruh terhadap keamanan dan kenyamanan dalam wisata terutama berenang. Yulianda (2007) mengemukakan bahwa tipe pantai pada umumnya terbagi menjadi 4 tipe yaitu pantai datar, landai curam dan terjal. Pantai yang datar memiliki slop kemiringan < 100 , landai 100 – 250 dan curam > 250 . Pantai Tanjung Pesona merupakan tipe pantai yang landai. Pantai yang landai umumnya dapat dimanfaatkan untuk beraneka kegiatan wisata pantai. Dalam matriks kesesuaian wisata kategori rekreasi pantai dan berenang nilai kecerahan yang paling sesuai yaitu > 5 m. Kecerahan rata-rata dalam penelitian ini berkisar antara 1,4 m – 1,7 m. Nilai kecerahan tersebut tergolong rendah apabila dibandingkan dengan matrik kesesuaian wisata. Penutupan lahan dalam matriks kesesuaian wisata kategori rekreasi dan berenang terbagi menjadi lahan terbuka dan kelapa, semak belukar rendah dan semak belukar tinggi, pemukiman dan pelabuhan. Penutupan lahan di Pantai Tanjung Pesona adalah lahan terbuka. Jenis tutupan lahan yang terbuka sangat sesuai untuk kegiatan wisata pantai. 

2. Daya Dukung 
Yang dimaksud dengan daya dukung adalah kemempuan atau kapasitas maksimum lingkungan yang dapat diberikan atau diakomodir dalam menunjang kehidupan makhluk hidup didalamnya secara optimum dan terus menerus tanpa menimbulkan penurunan nilai-nilai yang ada.
Faktor-faktor yang dapat menentukan daya dukung dalam mondisi baik atau tidak antara lain, adalah ketersediaan bahan baku dan energi, akumulasi limbah dari aktivitas produksi (termasuk manajemen limbahnya) dan tentu interaksi anata makhluk hidup yang ada di dalam lingkungan. dengan kata lain daya dukung harus mampu mencakup daya dukung lingkungan fisik, biologi dan persepsi atau psikologis.
Dalam upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup (pengelolaan) akan selalu ada kegiatan-kegiatan  seperti kegiatan pemanfaatan (termasuk penataan dan pemeliharaan), pengendalian, pemulihan dan juga penambangan kawasan lingkungan. pembangunan berkelanjutan adalah upaya pelestarian yang paling baik, karena dalamprosesnya akan selalu memperhatikan daya dukung lingkungan sehingga dapat dijadikan modal pembangunan  untuk generasi-generasi selanjutnya.
untuk itu, sebelum melakukan pengelolaan hendaknya ditentukan terlebih dahulu nilai dari daya dukung lingkungan yang menjadi targetnya. dalam penentuan daya dukung suatu kawasan perlu diperhatikan setidaknya tiga aspek utama, yaitu: ekologi, ekonomi, dan sosial. hal ini penting mengingat bahwa interaksi antara kegiatan pengelolaan dengan ekosistem dari kawasan tersebut akan tergambarkan dengan sangat kompleks, sehingga memerlukan pendekatan yang multidimensi.

REFERENSI: 
Arifin, T., Bengen, D. G., dan Pariwono, J. I., 2002. Evaluasi Kesesuaian Kawasan Pesisir Teluk Palu untuk Pengembangan Wisata Bahari. Pesisir dan Lautan. 4 (2) 2002 : 25-35 
Bengen, D.G., 2002, Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya, Bogor. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Edward, Muhajir, Ahmad, F., Rozak, A. 2004. Pengamatan Beberapa Sifat Kimia dan Fisika Air Laut di Ekosistem Terumbu Karang Pulau Sipora dan Siberut Kepulauan Mentawai (Sumatera Barat). Jurnal Ilmiah Sorihi. 3 (1) 2004 : 38-57. ISSN 1693-1483 
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 halaman. Elyazar, N., 
Mahendra, M.S., Wardi, I.N. 2007. Dampak Aktivitas Masyarakat terhadap Tingkat Pencemaran Air Laut di Pantai Kuta Kabupaten Badung serta Upaya Pelestarian Lingkungan. Ecotrophic. 2(1):1-18. 
Machado, F.S., Mourato, S. 2002. Evaluating the Multiple Benefits of Marine Water Quality Improvements: How Important are Health Risk Reductions? J. Environ. Manage. 65: 239–250 Nedi, S. 2011. Penentuan Prioritas Teknologi Pengendalian Pencemaran Minyak di Selat Rupat dengan Metode CPI. Jurnal Teknobiologi. II (1) 2011: 49 – 54. ISSN : 2087 – 5428 
http://eprints.undip.ac.id/40688/1/054- Jimmy_Margomgom_Tambunan.pdfhttp://malikkulshaleh.tumblr.com/post/10633054445/pengelolaan-lingkungan-berbasis-daya-dukung 

 

Afti Ayu Putri Sinurat Template by Ipietoon Cute Blog Design