Jumat, 24 April 2015

INSTRUMEN KELAUTAN DALAM AKUSTIK PERIKANAN

taukah anda? bumi kita terdiri dari 70% air dan 30% daratan...
WOW... gak kebayang kan betapa luasnya perairan kita. Coba deh bayangin laut yang ada di sekitar kita. contohnya aja pantai panjang yang ada di Bengkulu. itu aja udah keliatan luas banget. ya kan..?

Nah, kalau kita lihat aja.. gak mungkin kan laut itu cuma sebatas bentangan air yang luas hehe..
kita semua mengetahui, laut kaya akan biota-biotanya seperti ikan, teripang, kepiting, udang, bahkan rumput laut dan terumbu karangnya.
Tapi disini kita bukan bahas tentang keanekaragamannya. Namun masalah pengambilan Ikannya. kenapa harus ikan? kenapa nggak terumbu karang? padahalkan terumbu karang itu indah banget, bisa dijadiin pariwisata, menghasilkan banyak duit juga...

Di negara maju, penangkapan ikan bisa menghasilkan Rp. 5 Milyar sekali melakukan penangkapan. kok bisa? pasti itu yang ada di pikiran kita. ya tentu saja. Disana mereka sudah menggunakan alat-alat canggih untuk mendeteksi ikan. seperti apa? ini dia...

INSTRUMEN KELAUTAN      
Pengertian Akustik Perikanan/kelautan
Akustik adalah teori tentang gelombang suara dan perambatan dalam suatu medium.
Perikanan adalah semua tentang biota laut baik ikan, terumbu karang, mangrove,  dan keanekaragaman lainnya yang ada di air.
jadi, dapat disimpulkan bahwa:
Akustik Perikanan adalah ilmu yang memepelajari tentang gelombang suara di medium perairan yang meliputi benda, biota laut, maupun lapisan sedimen yang berada di dasar lautan yang secara umum terbagi dalam sistem fishfinder, echosounder, dan sonar.

  Hasil gambar untuk gambar tentang fishfinderHasil gambar untuk gambar sonar   Hasil gambar untuk gambar sonar
  1.  Fishfinder
  2.  Echosounder
  3. Sonar
nah alat itu semua bertujuan untuk mendeteksi ikan. kita langsung masuk dalam bidang kelebihannya aja yah..

kelebihan alat instrumen kelautan
  1.  kita tidak harus membuang-buang waktu dan bahan bakar untuk menangkap ikan ditempat yang ada ikan atau tidak ada ikan sama sekali
  2. lebih akurat dalam mendeteksi sebaran ikan sehingga kita akan mendapat ikan dalam jumlah yang banyak
  3. kita bisa mengetahui sebaran ikan tersebut ada di kedalaman berapa sehingga kita bisa menggunakan alat tangakap yang tepat. 
  4. kita dapat mengetahui dimana ikan-ikan berada tanpa harus turun ke lapangan yang membuat ikan tersebut menyebar
  5. kita dapat mengetahui jenis ikan apa yang sedang kita deteksi tersebut
  6. nah dari semua kelebihan tadi, tentunya kita akan mendapat hasil tangkapan yang maksimal. 

5 milyar? bukan masalah lagi tentunya.. ya kan?

itu tadi sedikit tentang akustik perikanan dan kelebihannya.
semoga bermanfaat yah... 
Terimakasih ^_^


Selasa, 21 April 2015

Instrumen akustik Kelautan


1.Pendahuluan
Dalam bidang ilmu kelautan/perairan, Akustik merupakan teori yang membahas tentang gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium. Sedangkann akustik kelautan adalah teori yang membahas tentang gelombang suara dan perambantannya dalam suatu medium air laut. Akustik kelautan merupakan satu bidang kelautan yang umendeteksi  target di kolom perairan dan dasar perairan dengan menggunakan suara sebagai mediannya. Studi kelautan dengan menggunakan akustik sangat m embantu peneliti untuk mengetahui objek yang berada di kolom dan dasar perairan. Objek ini dapat berupa plankton, ikan, jenis subtrat maupun kandungan minyak yang berada di bawah dasar perairan. Didunia ini teknologi sudah berkembang dengan pesat, terutama dalam bidang kelautan. Teknologi dalam bidang kelautan dapat digunakan untuk memudahkan manusia dalam mengeksplorasi sumber daya kelautan selain itu dengan adanya teknologi dapat menentukan keselamatan dan kewaspadaan terhadap kondisi perairan laut yang bisa ditentukan secara pasti. Penggunaan teknologi juga membantu para peneliti untuk menentukan parameter, dan objek dengan lebih tepat.

Hydro-acoustic merupakan suatu teknologi pendeteksian bawah air dengan menggunakan perangkat akustik (acoustic instrument), beberapa antara lain: ECHOSOUNDER, FISHFINDER, dan SONAR. Teknologi ini menggunakan suara atau bunyi untuk melakukan pendeteksian. Sebagaimana diketahui bahwa kecepatan suara di air adalah 1.500 m/detik, sedangkan kecepatan suara di udara hanya 340 m/detik, sehingga teknologi ini sangat efektif untuk deteksi di bawah air. Beberapa langkah dasar pendeteksian bawah air adalah adanya transmitter yang menghasilkan listrik dengan frekwensi tertentu. Kemudian disalurkan ke transducer yang akan mengubah energi listrik menjadi suara, kemudian suara tersebut dalam berbentuk pulsa suara dipancarkan (biasanya dengan satuan ping).

Suara yang dipancarkan tersebut akan mengenai obyek (target), kemudian suara itu akan dipantulkan kembali oleh obyek (dalam bentuk echo) dan diterima kembali oleh alat transducer. Echo tersebut diubah kembali menjadi energi listrik; lalu diteruskan ke receiver dan oleh mekanisme yang cukup rumit hingga terjadi pemprosesan dengan menggunakan echo signal processor dan echo integrator.

Pemrosesan didukung oleh peralatan lainnya; komputer; GPS (Global Positioning System), Colour Printer, software program dan kompas. Hasil akhir berupa data siap diinterpretasikan untuk bermacam-macam kegunaan yang diinginkan. Bila dibandingkan dengan metode lainnya dalam hal estimasi atau pendugaan, teknologi hydro- acoustic memiliki kelebihan, antara lain. Informasi pada areal yang dideteksi dapat diperoleh secara cepat (real time). Dan secara langsung di wilayah deteksi (in situ).

Kelebihan lain adalah tidak perlu bergantung pada data statistik. Serta tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti (friendly), karena pendeteksian dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan suara (underwater sound). Menurut MacLennan and Simmonds (1992) hasil estimasi populasi adalah nilai absolut. Hydro-acoustic dapat digunakan dalam mengukur dan menganalisa hampir semua yang terdapat di kolom dan dasar air, aplikasi teknologi ini untuk berbagai keperluan antara lain adalah; eksplorasi bahan tambang, minyak dan energi dasar laut (seismic survey), deteksi lokasi bangkai kapal (shipwreck location), estimasi biota laut, mengukur laju proses sedimentasi (sedimentation velocity), mengukur arus dalam kolom perairan (internal wave), mengukur kecepatan arus (current speed), mengukur kekeruhan perairan (turbidity) dan kontur dasar laut (bottom contour).

Saat ini hydro-acoustic memiliki peran yang sangat besar dalam sektor kelautan dan perikanan, salah satunya adalah dalam pendugaan sumberdaya ikan (fish stock assessment). Teknologi hydro-acoustic dengan perangkat echosounder dapat memberikan informasi yang detail mengenai kelimpahan ikan, kepadatan ikan sebaran ikan, posisi kedalaman renang, ukuran dan panjang ikan, orientasi dan kecepatan renang ikan serta variasi migrasi diurnal-noktural ikan. Saat ini instrumen akustik berkembang semakin signifikan, dengan dikembangkannya varian yang lebih maju, yaitu Multibeam dan Omnidirectional. Perangkat Echosounder memiliki berbagai macam tipe, yaitu single beam, dual beam.

Metode hydro-acoustic merupakan suatu usaha untuk memperoleh informasi tentang obyek di bawah air dengan cara pemancaran gelombang suara dan mempelajari echo yang dipantulkan. Dalam pendeteksian ikan digunakan sistem hidroakustik yang memancarkan sinyal akustik secara vertikal, biasa disebut echo sounder atau fish finder (Burczynski, 1986). Penggunaan metode hydro-acoustic mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya :
1.    Berkecepatan tinggi,
2.    Estimasi stok ikan secara langsung dan wilayah yang luas dan dapat memonitor pergerakan ikan,
3.  Akurasi tinggi tidak berbahaya dan merusak sumberdaya ikan dan lingkungan, karena frekwensi suara yang digunakan tidak membahayakan bagi si pemakai alat maupun obyek yang disurvei.

Akustik pasif merupakan suatu aksi mendengarkan gelombang suara yang datang dari berbagai objek pada kolom perairan, biasanya suara yang diterima pada frekuensi tertentu ataupun frekuensi yang spesifik untuk berbagai analisis.  Pasif akustik dapat digunakan untuk mendengarkan ledakan bawah air (seismic), gempa bumi, letusan gunung berapi, suara yang dihasilkan oleh ikan dan hewan lainnya, aktivitas kapal-kapal ataupun sebagai peralatan untuk mendeteksi kondisi di bawah air (hidroakustik untuk mendeteksi ikan). Akustik aktif memiliki arti yaitu dapat mengukur j arak dari objek yang dideteksi dan ukuran relatifnya dengan menghasilkan pulsa suara dan mengukur waktu tempuh dari pulsa tersebut sejak dipancarkan sampai diterima kembali oleh alat serta dihitung berapa amplitudo yang kembali.  Akustik aktif memakai prinsip dasar SONAR untuk pengukuran bawah air. Akustik aktif seperti split-beam system dapat mendeteksi organisme yang berukuran kecil (contoh:krill), dengan tanpa batasan ukuran. Posisi dari ikan dapat dideteksi secara akurat dengan menggunakan split beam system, dapat juga digunakan untuk menghitung target strength, kecepatan jelajah serta arah pergerakan dari  suatu objek.  Dengan perkembangan zaman yang begitu pesat, ilmu akustik juga berkembang sejalan dengan kebutuhan manusia.  Arah penelitian dari akustik aktif termasuk penemuan multibeam, multi-frekuensi, dan “high frequency imaging system”.

2.    Manfaat
1.    Dapat mengetahui daerah diduga mempunyai kelimpahan/kepadatan ikan yang tinggi.
2.    Memberikan Informasi kepada Nelayan setempat sekaligus mengevaluasi kinerja unit penangkapan yang digunakan sehingga dapat dihasilkan hasil tangkapan yang optimum.
3.    Memberikan informasi kepada pelayaran agar terhindar dari bahaya-bahaya kapal kandas dikarenakan dangkalnya suatu perairan.
4.    Dapat mempermudah unit penelitian laut beserta sumberdaya laut tersebut.

Pembahasan
Perangkat Akustik (Acoustic Instrument)
1.    Echosounder
Echosounder merupakan salah satu alat yang penting untuk mengetahui kedalaman laut dan dapat juga sebagai pengukur jarak dengan ultr sonic. Kedalaman dasar laut dapat dihitung dari perbedaan waktu antara pengiriman dan penerimaan pulsa suara. Echosounder memiliki beberapa pertimbangan sistem, diantaranya Side-Scan Sonar, Sub-Bottom Profling, Single-Beam Echosounder, dan Multi-Beam Echosunder.

Side-Scan Sonar pada saat ini, pengukuran kedalaman dasar laut (bathymetry) dapat dilaksanakan bersama-sama dengan pemetaan dasar laut (Sea Bed Mapping) dan pengidentifikasian jenis-jenis lapisan sedimen dibawah dasar laut (subbottom profilers).

Sistem Side-Scan Sonar mengirimkan pulsa akustik pada suatu sisi dari receiver dan merekam amplitude energi balikan dari pulsa yang dipancarkan oleh sensor. Tiap pancaran pulsa, satu lajur kecil (sekitar 100 sampai 200 m ke tiap sisi) dari dasar laut dipetakan. Tiap pergerakan kapal, lajur ke lajur dipetakan. Pada dasar laut yang datar sempurna semua energi dipantulkan dari sensor sonar dan tidak ada sinyal yang terekam. Dalam faktanya, dasar laut tidak rata sempurna. Ketidakteraturan seperti bebatuan dan riak-riak air karena pantulan (backscatter) dari energi akustik dan sistem dapat menyediakan informasi secara kasar keadaan dasar laut.

Sub-Bottom Profling Adalah merupakan suatu sistem untuk mengidentifikasi dan mengukur variasi dari lapisan-lapisan sedimen yang ada di bawah permukaan air. Sistem akustik yang digunakan dalam penentuan sub-bottom profiling hampir sama dengan alat pada echosounder.

Sumber suara memancarkan sinyal secara vertikal ke bawah menelusuri air dan reciever memonitor sinyal balikan yang telah dipantulkan dasar laut. Batasan antara dua lapisan memiliki perbedaan ciri akustik (acoustic impedance = rintangan akustik). Sistem menggunakan energi pantulan untuk mengumpulkan informasi lapisan-lapisan sedimen di bawah dasar permukaan air (tampilan muka sedimen bawah air). Rintangan akustik berhubungan dengan tingkat kekentalan atau berat jenis (densitas) dari kandungan material dan tingkat kecepatan suara menelusuri material. Ketika terjadi perubahan rintangan akustik, seperti tampilan muka sedimen bawah air, bagian suara yang diteruskan kemudian dipantulkan kembali. Bagaimanapun, beberapa energi suara menembus menelusuri sampai batas dan kedalam lapisan sedimen. Energi ini dipantulkan ketika menembus batas antara lapisan sedimen yang lebih dalam yang memiliki rintangan akustik yang berbeda-beda. Sistem ini menggunakan energi yang dipantulkan oleh lapisan-lapisan untuk membentuk penampang dari bagian sub-bottom lapisan-lapisan sedimen.

Beberapa parameter-parameter dari sonar (tenaga keluaran, frekuensi dari sinyal, dan panjang gelombang pulsa yang dipancarkan) mempengaruhi performa dari alat yang digunakan.

Single-Beam Echosunder merupakan alat ukur kedalaman air yang menggunakan pancaran tunggal sebagai pengirim dan penerima sinyal gelombang suara. Sistem batimetri dengan menggunakan single beam secara umum mempunyai susunan :
transciever (tranducer/reciever) yang terpasang pada lambung kapal atau sisi bantalan pada kapal. Sistem ini mengukur kedalaman air secara langsung dari kapal penyelidikan. Transciever yang terpasang pada lambung kapal mengirimkan pulsa akustik dengan frekuensi tinggi yang terkandung dalam beam (gelombang suara) secara langsung menyusuri bawah kolom air. Energi akustik memantulkan sampai dasar laut dari kapal dan diterima kembali oleh tranciever. Transciever terdiri dari sebuah transmitter yang mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa yang dipancarkan dan menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang diberikan. Transmitter ini menerima secara berulang-ulang dlam kecepatan yang tinggi, sampai pada orde kecepatan milisekon. Perekaman kedalaman air secara berkesinambungan dari bawah kapal menghasilkan ukuran kedalamn beresolusi tinggi sepanjang lajur yang disurvei. Informasi tambahan seperti heave (gerakan naik-turunnya kapal yang disebabkan oleh gaya pengaruh air laut), pitch (gerakan kapal ke arah depan (mengangguk) berpusat di titik tengah kapal), dan roll (gerakan kapal ke arah sisi-sisinya (lambung kapal) atau pada sumbu memanjang) dari sebuah kapal dapat diukur oleh sebuah alat dengan nama Motion Reference Unit (MRU), yang juga digunakan untuk koreksi posisi pengukuran kedalaman selam proses berlangsung. Single-Beam echosounder relatif mudah untuk digunakan, tetapi alat ini hanya menyediakan informasi kedalaman sepanjang garis track yang dilalui oleh kapal. Jadi, ada feature yang tidak terekam antara lajur per lajur sebagai garis tracking perekaman, yang mana ada ruang sekitar 10 sampai 100 m yang tidak terlihat oleh sistem ini.

Multi-Beam Echosunder merupakan alat untuk menentukan kedalaman air dengan cakupan area dasar laut yang luas. Prinsip operasi alat ini secara umum adalah berdasar pada pancaran pulsa yang dipancarkan secara langsung ke arah dasar laut dan setalah itu energi akustik dipantulkan kembali dari dasar laut (sea bed), bebrapa pancaran suara (beam) secara elektronis terbentuk menggunakan teknik pemrosesan sinyal sehingga diketahui sudut beam. Dua arah waktu penjalaran antara pengiriman dan penerimaan dihitung dengan algoritma pendeteksian terhadap dasar laut tersebut. Dengan mengaplikasikan penjejakan sinar, sistem ini dapat menentukan kedalaman dan jarak transveral terhadap pusat area liputan. Multi-Beam Echosounder dapat menghasilkan data batimetri dengan resolusi tinggi ( 0,1 m akurasi vertikal dan kurang dari 1 m akurasi horisontalnya).

2.    Fish Finder
Fish Finder bekerja berdasarkan pemantulan gelombang suara yang dipancarkan dari permukaan perairan sampai dasar lautan. Ketika bunyi yang dipancarkan kedasar lautan tersebut membentur suatu benda dan kembali ke penerima sonar, maka jaraknya yang ditempuh oleh bunyi tersebut dapat diukur, maka dapat diketahui letak benda tersebut dibawah permukaan laut.

3.     Sonar
Sonar (Sound Navigation and Ranging) merupakan suatu peralatan atau piranti yang digunakan dalam komunikasi di bawah laut, sonar sendiri bekerja untuk mencari atau mendeteksi suatu benda yang ada di bawah laut dengan cara mengirim gelombang suara yang nantinya gelombang suara tersebut dipantulkan kembali oleh benda yang akan dideteksi. Sonar biasa dimanfaatkan dalam mengukur kedalaman laut (Bathymetry), pengidentifikasian jenis-jenis lapisan sedimen dasar laut (Subbottom Profilers), pemetaan dasar laut (Sea Bed Mapping), mendeteksi kapal selam dan ranjau, analisa dampak lingkungan didasar laut, menangkap ikan serta berbagai kegiatan komunikasi di bawah laut. Sebuah sonar terdiri dari sebuah pemancar, transducer, penerima/receiver, dan layar monitor. Sonar sendiri pada awalnya diinspirasi dari lonceng bawah air yang digunakan untuk mengukur kecepatan suara dalam air, kemudian berkembang dan dimanfaatkan dalam mendeteksi gunung es yang ada dalam laut ketika kapal laut melintas. Seiring dengan perkembangan waktu, sonar dimanfaatkan dalam perang dunia I untuk mendeteksi kapal selam. Semenjak itu sonar benar-benar dikembangkan dan dimanfaatkan dalam dunia militer dan perang.

Apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi kerusakan Ekosistem Pesisir dan Laut (Hutan Mangrove, Padang Lamun, Terumbu Karang) secara berkelanjutan

A.     HUTAN MANGROVE
Adapun usaha-usaha/langkah-langkah guna mempertahankan kelestarian hutan mangrove adalah sebagai berikut:
1.      Perlu diadakan penyuluhan
Kerusakan hutan mangrove, sebagian besar disebabkan oleh ulah tangan manusia. Oleh karena itu, penyuluhan dan sosialisasi tentang pentingnya hutan mangrove kepada masyarakat sangat perlu dilakukan, terutama pada masyarakat/penduduk yang berdomosili. Suatu hal yang sangat tidak mungkin, apabila penyelamatan gencar-gencar dilakukan, tanpa dukungan dari pihak masyarakat

2.      Peningkatkan status sosial masyarakat di sekitar pesisir laut
Masyarakat yang berdomisili di sekitar pesisir pantai laut sangat akrab dengan status sosial yang kurang tinggi, atau berstatus sosial rendah. Hal ini mendorong masyarakat sekitar pesisir laut untuk menghalalkan segala cara, untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Misalnya saja tindakan-tindakan tidak ramah lingkungan, seperti tindakan-tindakan yang berdampak pada kerusakan hutan mangrove. Oleh karena itu, peningkatan status sosial mereka sangatlah penting agar mereka dapat memenuhi kebutuhan tanpa merusak ekosistem hutan mangrove.

3.      Melakukan pengukuran luas hutan mangrove/reboisasi
Langkah yang penting setelah penyuluhan adalah melakukan pengukuran terhadap luas hutan yang mengalami kerusakan. Dengan melakukan pengukuran ini, dapat memudahkan dalam proses rehabilitasi.

4.      Melakukan penanaman kembali hutan mangrove
Setelah mengukur luas daerah yang mengalami kerusakan, di daerah tersebut harus dilakukan penanaman kembali hutan, agar hutan mangrove dapat tumbuh kembali.

5.      Memberi kursus mengenai pengelolaan hutan mangrove.
Sebagian besar masyarakat pesisir laut pengetahuan akan pengolahan hutan mangrove sangat kurang. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya kasus tentang kerusakan hutan mangrove, yang disebabkan oleh ulah tangan manusia yang tidak ramah lingkungan. Oleh karena itu, pemberian kursus tentang pengolahan hutan mangrove sangatlah penting. Dengan langkah ini diharapkan masyarakat sekitar pesisir laut, dapat mengelola hutan mangrove dengan cara yang berwawasan lingkungan.Pada langkah ini, peran masyarakat yang tinggal di sekitar pesisir laut, sangatlah penting, karena yang mampu mengawasi dan menjaga hutan mangrove selama 24 jam, hanya mereka yang berada di sekitar kawasan hutan mangrove.

6.      Mengawasi dan menjaga hutan mangrove
Selain masyarakat di sekitar pesisir laut, masyarakat luar pun terlibat dalam kerusakan hutan mangrove, seperti pembuangan limbah pabrik yang dibuang ke laut. Dimana limbah tersebut bersifat B3 (bahan berbahaya dan beracun) dan jumlahnya melampui kapasitas asimilasi perairan tersebut. Seperti kasus pencemaran yang terjadi di kawasan pantai timur, Riau. pencemaran ini disebabkan oleh limbah yang berasal dari pembuangan pembersihan kapal tanker di Selat Malaka.
Pada langkah ini, peran masyarakat yang tinggal di sekitar pesisir laut sangatlah penting, karena yang mampu mengawasi dan menjaga hutan mangrove selama 24 jam hanya mereka yang berada di sekitar kawasan hutan mangrove.

7.      Konservasi di pesisir
Langkah ini bertujuan untuk melindungi habitat-habitat kritis, mempertahankan dan meningkatkan kualitas sumber daya, melindungi keanekaragaman hayati, dan melindungi proses-proses ekologi.
Usaha-usaha di atas, diharapkan dapat di praktikkan dalam kehidupan nyata di masyarakat, sehingga hutan mangrove yang semakin berkurang keberadaannya dapat diselamatkan.
***
A.   Padang  Lamun
Merujuk pada kenyataan bahwa padang lamun mendapat tekanan gangguan utama dari aktivitas manusia maka untuk rehabilitasinya dapat dilaksanakan melalui dua pendekatan: yakni: 1) rehabilitasi lunak (soft rehabilitation) , dan 2) rehabilitasi keras (hard rehabilitation).

a.       Rehabilitasi lunak
Rehabilitasi lunak berkenan dengan penanggulangan akar masalah,  dengan asumsi jika akar masalah dapat diatasi, maka alam akan mempunyai kesempatan untuk merehabilitasi dirinya sendiri secara alami. Rehabilitasi lunak lebih menekankan pada pengendalian perilaku manusia.
Rehabilitasi  lunak bisa mencakup hal-hal sebagai berikut:
a)     Kebijakan dan strategi pengelolaan. Dalam pengelolaan lingkungan diperlukan kebijakan dan strategi yang jelas untuk menjadi acuan pelaksanaan oleh para pemangku kepentingan (stake holders).
b)     Penyadaran masyarakat (Public awareness).  Penyadaran masyarakat dapat dilaksanakan dengan berbagai pendekatan seperti:
§  Kampanye penyadaran lewat media elektronik (televisi, radio), ataupun lewat media cetak (koran, majalah, dll)
§  Penyebaran berbagai materi kampanye seperti: poster, sticker, flyer, booklet, dan lain-lain
§  Pengikut-sertaan tokoh masyarakat (seperti pejabat pemerintah, tokoh agama, tokoh wanita, seniman, dll)  dalam penyebar-luasan bahan penyadaran.
c)     Pendidikan.  Pendidikan mengenai lingkungan termasuk pentingnya melestarikan lingkungan padang lamun. Pendidikan dapat disampaikan lewat jalur pendidikan formal dan non-formal
d)     Pengembangan riset. Riset diperlukan untuk mendapatkan informasi yang akurat untuk mendasari pengambilan keputusan dalam pengelolaan lingkungan.
e)     Mata pencaharian alternatif.  Perlu dikembangkan berbagai kegiatan untuk mengembangkan mata pencaharian alternatif yang ramah lingkungan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.  Masyarakat yang lebih sejahtera lebih mudah diajak untuk menghargai dan melindungi lingkungan.
f)      Pengikut sertaan masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan lingkungan dapat memberi motivasi yang lebih kuat dan lebih menjamin keberlanjutannya. Kegiatan bersih pantai dan pengelolaan sampah misalnya merupakan bagian dari kegiatan ini.
g)     Pengembangan Daerah Pelindungan Padang Lamun (segrass sanctuary) berbasis masyarakat. Daerah Perlindungan Padang Lamun (DPPL) merupakan bank sumberdaya yang dapat lebih menjamin ketersediaan sumberdaya ikan dalam jangka panjang. DPPL berbasis masyrakat lebih menjamin keamanan dan keberlanjutan DPPL.
h)     Peraturan perundangan. Pengembangan pengaturan perundangan perlu dikembangkan dan dilaksanakan dengan tidak meninggalkan kepentingan masyarakat luas.  Keberadaan hukum adat, serta kebiasaan masyarakat lokal perlu dihargai dan dikembangkan.
i)       Penegakan hukum secara konsisten.   Segala peraturan perundangan tidak akan ada manfaatnya bila tidak dapat ditegakkan secara konsisten. Lembaga-lembaga yang terkait dengan penegakan hukum perlu diperkuat, termasuk lembaga-lembaga adat.

b.      Rehabilitasi keras
Rehabiltasi keras menyangkut kegiatan langsung perbaikan lingkungan di lapangan. Ini dapat dilaksanakan misalnya dengan rehabilitasi lingkungan atau dengan transplantasi lamun di lingkungan yang perlu direhabilitasi. Kegiatan transplantasi lamun belum berkembang luas di Indonesia. Berbagai percobaan transpalantasi lamun telah dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Oseanografi LIPI yang masih dalam taraf awal. Pengembangan transplantaasi lamun telah dilaksanakan di luar negeri dengan berbagai tingkat keberhasilan.
***

B.   TERUMBU KARANG
1.      Peningkatan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat.
Adalah upaya untuk meningkatkan kesadartahuan masyarakat akan pentingnya peranan terumbu karang dan mengajak  masyarakat untuk berperan serta aktif dan bertanggung jawab dalam mengelola dan memanfaatkan terumbu karang secara lestari, seperti meningkatkan kesadaran mereka akan peranan penting terumbu karang, seperti sebagai tempat pengembangan wisata bahari, bahan baku obat-obatan, kosmetika, bahan makanan dan lain-lain.  Penting juga untuk menanamkan arti dan manfaat terumbu karang bagi kelangsungan hidup masyarakat pesisir sejak masa kanak-kanak.

2.      Pengelolaan Berbasis Masyarakat.
a)       Membina masyarakat untuk melakukan kegiatan alternatif seperti budidaya, pemandu wisata dan usaha kerajinan tangan yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.  Pembinaan ini disertai dengan bantuan pendanaan yang disalurkan melalui berbagai sistem yang telah ada dan tidak membebani masyarakat.
b)      Menerapkan pengetahuan dan teknologi rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang agar dapat dimanfaatkan secara lestari.

3.      Pengembangan Kelembagaan
a)       Memperkuat koordinasi antar instansi yang berperan dalam penanganan terumbu karang baik pengelola kawasan, aparat keamanan, pemanfaat sumber daya dan pemerhati lingkungan.
b)      Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia melalui berbagai pelatihan yang berkaitan dengan pengelolaan dan teknik rehabilitasi terumbu karang.

4.      Penelitian, Monitoring dan Evaluasi
Pemantauan kegiatan masyarakat yang secara langsung berhubungan dengan terumbu karang. Dalam kaitan ini akan dibentuk sistem jaringan pemantauan dan informasi terumbu karang dengan membangun simpul-simpul di beberapa propinsi.  Kegiatan ini akan diawasi langsung oleh LIPI yang telah memiliki stasiun-stasiun di beberapa tempat, seperti : Biak, Ambon dan Lombok.

5.      Penegakan Hukum
Komponen ini dipandang sangat penting sebagai salah satu komponen kunci yang harus dilaksanakan dalam usaha mencapai tujuan program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang.  Masyarakat memegang peranan penting dalam mencapai tujuan komponen penegakan hukum. Salah satu peranan masyarakat dalam pengamanan terumbu karang secara langsung adalah sebagai pengamat terumbu karang atau reef watcher, dimana mereka berkewajiban meneruskan informasi kepada penegak hukum mengenai pelanggaran yang merusak terumbu karang di daerahnya.

Pemulihan
Pemulihan kerusakan terumbu karang merupakan upaya yang paling sulit untuk dilakukan, serta memakan biaya tinggi dan waktu yang cukup lama.  Upaya pemulihan yang bisa dilakukan adalah zonasi dan rehabilitasi terumbu karang.

  1. Zonasi
Pengelolaan zonasi pesisir bertujuan untuk memperbaiki ekosistem pesisir yang sudah rusak.  Pada prinsipnya wilayah pesisir dipetakan untuk kemudian direncanakan strategi pemulihan dan prioritas pemulihan yang diharapkan.  Pembagian zonasi pesisir dapat berupa zona penangkapan ikan, zona konservasi ataupun lainnya sesuai dengan kebutuhan/pemanfaatan wilayah tersebut, disertai dengan zona penyangga karena sulit untuk membatasi zona-zona yang telah ditetapkan di laut.  Ekosistem terumbu karang dapat dipulihkan dengan memasukkannya ke dalam zona konservasi yang tidak dapat diganggu oleh  aktivitas masyarakat sehingga dapat tumbuh dan pulih secara alami.

  1. Rehabilitasi
Pemulihan kerusakan terumbu karang dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi aktif, seperti meningkatkan populasi karang, mengurangi alga yang hidup bebas, serta meningkatkan ikan-ikan karang.
a)       Meningkatkan Populasi Karang
Peningkatan populasi karang dapat dilakukan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu membiarkan benih karang yang hidup menempel pada permukaan benda yang bersih dan halus dengan pori-pori kecil atau liang untuk berlindung; menambah migrasi melalui tranplantasi karang, serta mengurangi mortalitas dengan mencegahnya dari kerusakan fisik, penyakit, hama dan kompetisi.
b)      Mengurangi alga hidup yang bebas
Pengurangan populasi alga dapat dilakukan dengan cara membersihkan karang dari alga dan meningkatkan hewan pemangsa alga.
c)       Meningkatkan ikan-ikan karang
Populasi ikan karang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu dengan meningkatkan ikan herbivora dan merehabilitasi padang lamun sebagai pelindung bagi ikan-ikan kecil, meningkatkan migrasi atau menambah stok ikan, serta menurunkan mortalitas jenis ikan favorit.


 

Afti Ayu Putri Sinurat Template by Ipietoon Cute Blog Design